Sabtu, 28 Juli 2012

Khadijah Binti Khuwailid, Sayyidah Quraisy yang suci


Pemimpin wanita di alam semesta di masanya adalah puteri khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab Al-Quraisyi Al-Asadi yang dijuluki sebagai “wanita yang suci”. Ia dilahirkan di rumah yang mulia dan mempunyai kedudukan tinggi, kurang lebih 15 tahun sebelum tahun Gajah. Dia tumbuh di dalam salah satu rumah dari rumah-rumah yang mulia (yang menyebabkan) dia menjadi sosok wanita yang cerdas lagi mulia. Ia terkenal sebagai wanita yang memiliki kemauan yang kokoh dan akal yang cerdas serta adab sopan santun yang tinggi. Karena itu dia menjadi pusat perhatian kaum lelaki yang menjadi pemimpin dari kaumnya.
Dia pernah dinikahi Abu Halah bin Zurarah At-Tamimy. Perkawinannya dengan suami ini melahirkan Halah dan Hindun. Tatkala Abu Halah meninggal dunia, dia diperistri oleh Atiq bin Aidz bin Abdullah Al-Makhzumy. Setelah hidup bersamanya beberapa waktu, keduanya kemudian bercerai. Setelah itu banyak tokoh-tokoh Quraisy yang berusaha meminangnya tetapi ditolak karena ia ingin mendidik anak-anaknya dan menjalankan usaha perdagangan. Dia adalah seorang wanita yang kaya raya lagi berharta. Dia juga memperkerjakan beberapa orang untuk menjalankan dagangannya dan memberikan upah dengan sistem bagi hasil. Tatkala berita tentang sifat kejujuran, amanah, dan akhlaq Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sebelum diutus sebagai Nabi sampai kepada Khadijah, spontan dia meminta kepada beliau agar mau menjalankan dagangannya ke Negeri Syam bersama seorang pemuda bernama Maisarah dengan upah yang lebih banyak daripada upah yang diberikan kepada yang lainnya.
Orang yang jujur dan terpercaya tersebut menyetujui lalu dia safar bersama Maisarah. Allah memberikan kemudahan kepada Rasulullah dalam menjalankan usaha ini sehingga perdagangan tersebut menghasilkan untung yang sangat besar. Khadijah merasa gembira terhadap keuntungan yang banyak yang dia peroleh melalui tangan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ini. Akan tetapi dia lebih kagum terhadap kepribadiannya yang sangat agung dan mendalam.Datanglah pikiran-pikiran ke dalam benaknya yang dicampuri perasaan menggelora yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. Ini adalah sosok laki-laki yang tidak seperti keumuman laki-laki lainnya dan…dan…
Akan tetapi dia berfikir apakah pemuda yang jujur lagi terpercaya mau menerima pernikahannya, sedangkan umurnya telah mencapai 40 tahun? Bagaimana pula reaksi kaumnya, sementara dia telah menolak lamaran para tokoh Quraisy?. Ketika fikirannya dalam keadaan bingung dan resah, temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih datang menemui. Mereka duduk bersama sambil berbincang-bincang. Dengan kecerdasannya, Nafisah binti Munabbih mampu menyingkap rahasia yang terpendam di atas sifat malu dan tekanan suara pembicaraan Khadijah.Nafisah binti Munabbih berhasil menenangkan hati Khadijah dan menentramkan gejolak jiwa yang sedang membara. Nafisah mengingatkan Khadijah bahwa dia merupakan orang yang mempunyai garis nasab yang baik, kaya dan memiliki wajah yang cantik. Dan Nafisah mengatakan hal ini kepada Khadijah dengan jujur, dikarenakan banyak laki-laki mulia yang mengincarnya.
Tidak lama kemudian keluarlah Nafisah dari rumah Khadijah dan bergegas ke tempat orang yang (paling) terpercaya (Rasulullah) dan dengan cepat dia mengajukan pertanyaan kepadanya: “Wahai Muhammad, apa yang menyebabkan engkau tidak menikah?”
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Tidak ada sesuatu yang bisa saya pakai untuk menikah.” Nafisah tersenyum sambil berkata: “Jika engkau diberi dan diminta menikahi wanita yang berharta, rupawan, mulia dan cukup, apakah engkau menerimanya?”
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya: “Siapa?” Nafisah berkata: “Khadijah binti Khuwailid.” Dia berkata: “Kalau dia setuju, maka saya terima.”Kemudian Nafisah pergi untuk memberikan kabar gembira kepada Khadijah, (sementara) manusia terpercaya itu segera mengkhabarkan kepada paman-pamannya tenntang keinginannya untuk menikah dengan Khadijah. Maka Abu Thalib dan Hamzah beserta paman Nabi yang lainnya pergi ke rumah paman Khadijah, yaitu Amr bin Asad untuk meminang keponakannya sekaligus menentukan maharnya.
Tatkala akad nikah telah sempurna, hewan-hewan telah disembelih dan dibagikan kepada para fakir dan rumah Khadijah dibuka untuk para keluarga dan kerabat, tiba-tiba Halimah As-Sa’diyah hadir di tengah-tengah mereka untuk menyaksikan anaknya yang telah dia susui (Muhammad).
Setelah itu dia kembali ke kaumnya dengan membawa 40 kepala kambing sebagai hadiah dari pengantin puteri yang mulia untuk sang ibu yang telah menyusui Muhammad sebagai pengantin laki-laki yang tersayang.
Wanita yang suci, tuan bangsa Quraisy tersebut, telah menjadi istri Muhammad, pemuda yang terpercaya. Dia menjadi permisalan yang sangat tinggi dan agung dalam kecintaan terhadap suaminya dan pengutamaannya terhadap apa-apa yang dicintai oleh suaminya. Tatkala dia melihat suaminya mencintai bekas budaknya yaitu Zaid bin Haritsah, maka dia menghadiahkan Zaid tersebut kepadanya.Tatkala suaminya menyukai salah satu anak pamannya Abu Thalib agar bisa berbaur dengannya, maka dengan kesukaannya itu Khadijah memberikan keluasan kepada Ali Radhiyallahu’anhu untuk mendapatkan kesempatan yang banyak supaya bisa mendapatkan pelajaran akhlaq dari suaminya Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.Allah menganugerahi kepada rumah tangga yang penuh kebahagiaan tersebut kenikmatan demi kenikmatan. Allah mengkaruniai anak lelaki dan perempuan kepada mereka berdua, yaitu Al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah.Allah memberikan kesukaan ber-khalwat (memisahkan diri dari keramaian manusia) kepada orang yang terpercaya lagi jujur tersebut. Sehingga tidak ada sesuatu yang lebih dia sukai daripada ber-khalwat sendirian.
Dia melakukan peribadatan di gua Hiro selama sebulan penuh pada setiap tahun. Di gua tersebut dia tinggal selama beberapa malam dengan membawa perbekalan yang sedikit. Kedudukan Muhammad jauh dari aktivitas dan permainan penduduk Mekkah yang sia-sia dan peribadatan mereka terhadap berhala dan…dan…
Khadijah, tuan yang suci tersebut, tidak menghalangi kesukaan ber-khalwat ini, meski terkadang aktivitas ini menjauhkan Muhammad dari dirinya. Dia juga tidak mengajukan berbagai pertanyaan yang berlebihan dan gosip-gosip terhadap perenungannya yang bersih itu. Bahkan Khadijah berupaya dengan maksimal untuk melindunginya dengan melakukan penjagaan dan menciptakan suasana yang tenang selama dia berada di rumah.Ketika Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berangkat ke gua, kedua matanya memperhatikannya dari jauh, bahkan dia mengutus orang untuk mengawasi dan menjaga dari belakang dengan tanpa mengusik ketenangan khalwat-nya.Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tetap dalam keadaan demikian itu sampai waktu yang Allah kehendaki. Kemudian jibril mendatanginya ketika beliau berada di gua Hiro pada bulan Ramadhan dengan membawa kemuliaan wahyu dari Allah. Kemudian dia kembali ke rumahnya di kegelapan fajar dalam ketakutan yang luar biasa. Wajah pucat dan badan gemetar sambil berkata: “Selimuti aku, selimuti aku.”
Setelah Khadijah meminta keterangan yang apa terjadi, Muhammad berkata kepada isterinya: “Wahai Khadijah, aku khawatir terjadi sesuatu pada diriku.”Lalu Khadijah yang sayang dan berakal berkata dengan meyakinkan suaminya: “Allah akan menjaga kita wahai Abukl Qasim, bergembiralah wahai anak paman dan tenangkanlah dirimu. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya saya berharap engkau menjadi Nabi ummat ini. Demi Allah engkau tidak akan dihinakan oleh Allah selama-lamanya. Sesungguhnya engkau orang yang menyambung hubungan baik dengan saudara senasab, berbicara jujur, engkau membantu yang lemah, menjamu tamu, dan engkau orang yang membantu para wakil-wakil kebenaran.”
Hati Nabi menjadi tenang atas pengokohan ini dan kembali tentram di hadapan pembenaran dan keimanan istrinya terhadap apa yang dia bawa. Wanitia berakal lagi bijaksana tersebut tidak cukup melakukan demikian itu. Bahkan dalam waktu yang cepat dia pergi ke anak pamannya (Waraqah bin Naufal) dan mengabarkan kepadanya tentang apa yang terjadi pada diri suaminya. Tidak ada respon dari anak pamannya tersebut kecuali ia berteriak sambil berkata: “Ruh suci…ruh suci! Demi Dzat yang jiwa Waraqah ada di tangan-Nya. Jika engkau berkata benar wahai Khadijah, sesungguhnya dia telah didatangi oleh Namus yang besar (Malaikat Jibril) yang telah mendatangi Musa dan Isa. Sesungguhnya dia adalah Nabi umat ini. Maka katakanlah kepadanya agar dia tetap tegar.”
Lalu Khadijah bergegas kembali kepada suaminya yang tersayang untuk menyampaikan kabar gembira itu. Kemudia Khadijah datang lagi ke rumah Waraqah dengan suaminya, agar dia mendengar langsung berita gembira tersebut dari anak pamannya.Tidaklah Waraqah memandang sekejap di saat Muhammad datang kepadanya (kecuali) dia berteriak: “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya engkau adalah Nabi umat ini, sesungguhnya engkau akan didustakan, akan disakiti, diusir, bahkan dibunuh.
Jika aku masih hidup pada hari itu, tentu aku akan membela agama Allah dengan sebenar-benar pembelaan yang Dia ketahuinya.” Kemudian Waraqah mendekatkan kepalanya kepada Muhammad lalu dia mencium ubun-ubunnya.
Kemudian Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab: “ Ya, tidaklah seorang yang datang dengan membawa sesuatu seperti apa yang engkau bawa kecuali dia akan dimusuhi. Duhai, seandainya saya masih muda…duhai seandainya saya masih hidup.” Tidak berselang lama setelah itu Waraqah meninggal dunia.Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bergembira dengan kabar yang telah didengarnya. Adapun rasa takut yang pertama kali muncul (telah hilang), karena Beliau mengetahui bahwa berdakwah di jalan Allah pasti akan mengalami berbagai hambatan, gangguan, ejekan bahkan siksaan dari kaum musyrikin. Dan ini merupakan ketetapan Allah selaku penguasa alam semesta terhadap para Nabi dan para da’I yang menyeru kepada manusia untuk beribadah kepada-Nya.
Khadijah adalah manusia pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sekaligus orang yang pertama masuk islam. Istri yang tercinta dan beriman tersebut berdiri di sisi Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sang suami yang tercinta, untuk memberikan pembelaan dan bantuan. Menolongnya dalam menghadapi siksaan dan gangguan yang sangat bengis. Dengan sikap yang demikian itu, Allah meringankan Nabi-Nya.Seperti ketika beliau mendengar jawaban yang tidak menyenangkan dan pendustaan terhadapnya dimana hal itu menyedihkannya. Tiada lain Allah melapangkan hatinya melalui Khadijah tatkala beliau kembali kepadanya. Dikokohkan dan diringankan beban suaminya, diremehkan caci maki dan cercaan manusia kepada dirinya serta Khadijah mengambil ayat-ayat Al-Qur’an untuk diperlihatkan kepadanya. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala:

Artinya : ”Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” [QS. Mudatsir : 1-7]

Sejak saat itu, Rasul yang mulia mulai memasuki kehidupan baru yang berkumpul di dalamnya keberkahan dan kesulitan. Beliau mengabarkan kepada istrinya yang mukminah bahwa masa tidur dan istirahat telah usai.Mulailah Khadijah Radhiyallahu’anha menyeru kepada Islam di sisi suaminya dengan perkataan dan perbuatannya. Dan hasil yang pertama dari seruan tersebut adalah (masuk Islamnya) bekas budaknya yaitu Zaid bersama 4 puterinya, semoga Allah meridhoi mereka. Ujian keras mulai menimpa kaum muslimin dengan bentuk yang berbeda-beda. Sedangkan Khadijah tetap berdiri bersama suaminya dengan kokoh seperti gunung yang tinggi puncaknya dalam rangka menunaikan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:

Artinya : ”Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” [QS. Ankabut : 1-2]
Allah telah mengambil anak laki-lakinya yaitu Al-Qasim dan Abdullah ketika keduanya masih berusia kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap bersabar dengan mengharapkan pahala dari Allah. Dia juga menyaksikan wanita yang pertaman syahid di dalam Islam yaitu Sumayyah yang mengalami sakaratul maut di atas tangan para thaghut sampai ruhnya menghadap kepada sang Pencipta dalam keadaan sangat agung dan mulia.
Khadijah kemudian berpisah dengan anak perempuan yang merupakan belahan jiwanya yaitu Ruqayyah istri Utsman Radhiyallahu’anhu dikarenakan harus hijrah ke Negeri Habasyah dalam rangka menyelamatkan agama dan menghindar dari gangguan orang-orang musyrik.
Khadijah menyaksikan dan mengalami dari masa ke masa situasi kritis disertai dengan kondisi yang menakutkan dan penuh dengan perjuangan. Meskipun demikian, rasa putus asa tidak dirasakan di dalam hati wanita yang berjiwa pejuang ini. Sehingga dalam waktu yang singkat itu, dia benar-benar telah mengamalkan firman Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi:

Artinya: “kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang patut diutamakan.” [QS. Ali Imran : 186].

Sebelum itu semua, dia telah menyaksikan suaminya yang jujur lagi terpercaya dalam berdakwah kepada Allah menghadapi berbagai macam bala, Khadijah selalu bersabar dan hanya mengharap wajah-Nya. Di saat mendapat ujian, kesabaran dan imannya semakin bertambah. Muhammad menolak semua harta dunia yang memikat lagi murah ketika ditawarkan untuk ditukar dengan aqidahnya. Beliau bersumpah dalam sikapnya tersebut, yang mana Khadijah belum mengetahui sifat kemanusiaan yang serupa pada dirinya walaupun setapak kaki semut.

Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan pernyataan kepada pamannya: “Demi Allah wahai pamanku, kalau seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tanga kiriku agar aku meninggalkan perkara ini, tentu tidak akan aku tinggalkan sampai Allah memberikan kemenangan atasnya atau membinasakan yang lainnya”
Seperti inilah Tuan wanita yang berjihad yaitu Khadijah dalam mengambil hiburan yang -sangat agung dan ayat-ayat yang mengokohkan keimanan yang mengagumkan dari suaminya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.Karena itu tatkala Quraisy melakukan pemutusan hubungan terhadap kaum muslimin, yaitu pemboikotan hubungan politik, ekonomi, dan kemasyarakatan kepada mereka, dan menuliskannya di lembaran yang digantungkan di tengah Ka’bah, maka kita mendapatinya dalam keadaan tidak ragu dalam mengambil sikap bersama kaum muslimin di lembah Abu Thalib yang terpisah dari rumahnya yang dicintai. Di lembah tersebut dia menghabiskan waktu selama 3 tahun dalam keadaan sabar bersama Rasul dan orang yang bersamanya dari kalangan shahabat, dalam melawan kebobrokan pemboikotan yang menyiksa dan kekuasaan berhala yang angkuh.
6 bulan setelah pemboikotan tersebut berakhir, Abu Thalib meninggal dunia. 3 tahun sebelum hijrah wanita mujahidah yang selalu mengharap wajah Allah itu dipanggil untuk menghadap Allah.
Musibah bertubi-tubi menimpa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam secara beruntun dengan meninggalnya Khadijah sang pendamping yang jujur dalam membela Islam.Seperti inilah jiwa yang tenang tersebut kembali kepada Tuhannya ketika ajal yang telah ditetapkan telah usai. Dia menjadi contoh yang sangat mengagumkan dan paling jujur dalm berdakwah kepada Allah serta berjihad di jalan-Nya.Dia merupakan sosok istri yang bijaksana yang telah menentukan perkara-perkara sesuai denga ukurannya dan mengeluarkan segala sesuatu yang dimilikinya dalam rangka menggapai keridhoan Allah dan Rasul-Nya.Dengan sebab itu, dia berhak menerima salam dari Tuhannya dan kabar gembira dengan sebuah istana di surge untuknya yang terbuat dari emas dan permata, yang tidak ada suara riuh rendah (bising) dan tidak pula ada kemarahan di dalamnya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:“Sebaik-baik wanita di bumi di masanya adalah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita di bumi di masanya adalah Khadijah binti Khuwailid”
Ya Allah, ya Tuhan kami, ridhailah Khadijah binti Khuwailid seorang wanita mulia lagi suci, seorang istri yang selalu memenuhi janji lagi jujur, dan wanita mukminah mujahidah di jalan agamanya dengan mengerahkan semua harta miliknya. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan karena jasanya terhadap Islam dan muslimin.


Khadijah binti Khuwailid

   Khadijah binti Khuwaild adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.” Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad pcnyebaran agarna Allah kepada seluruh umat manusia.
   Khadijah adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisv yang ingin mempersuntingnya. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy.

A. Wanita Suci
   Sayyidah Khadijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak heran jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya.
   Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemer1angan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah menuju kesuksesan yang gemilang.

B. Pemuda yang Jujur
   Khadijah memiliki seorang pegawai yang dapat dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah. Dia dikenal sebagai pemuda yang ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring dan menyiapkan kafilah, menentukan harga, dan memilih barang dagangan. Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah sia-sia.

C. Pemuda Pemegang Amanah
   Kaum Quraisy tidak mengenal pemuda mana pun yang wara, takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdullah, yang sejak usia lima belas tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang.Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebgaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.
   Cerita-cerita tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang dikenal dengan pengetahuannya tentang orang- orang terdahulu. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi dirinya.
   Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.

D. Istri Pertama Rasulullah
   Allah menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.
   Khadijah adalah istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum dia rneninggal. Allah menganugerahi Nabi Shallallahu alaihi wassalam. melalui rahirn Khadijah beberapa orang anak ketika dibutuhkan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia telah memberikan cinta dan kasih sayang kepada Rasuluflah Shallallahu alaihi wassalam. pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang dari kerabat dekat. Bersama Khadijah, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. memperoleh per1akuan yang baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak yatim piatu dan miskin.

E. Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
   Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang balk) dan ath-Thahir (yang suci).
   Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu Kultsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam. diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri bungsu beliau rnasih kecil.
   Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang kemudian dijadikan budaknya. Ketika Khadijah menikah dengan Muhammad, Khadijah memberikan Zaid kepada Muhammad sebagai hadiah. Rasulullah sangat mencintai Zaid karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid berada di tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rasulullah, schingga dan sinilah kita dapat mengetahuisifat mulia Zaid.

   Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengummkan kebebasan Zaid dan pengangkatan Zaid sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Allah berikut ini:
” … jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah merela sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ” (QS. At-Taubah:5)

F. Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.
   Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenterarn di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa prakenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s.
   Khadijah sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.
   Suatu ketika, seperti biasanya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Beliau sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.” Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah.  
   Khadijah melihat beliau dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khadijah memberikan ketenteraman kepada Rasulullah dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman. Beliau ridak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada Khadijah karena khawatir Khadijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan beliau belaka.

D. Pribadi yang Agung
   Setelah rasa takut beliau hilang, Khadilah berupaya agar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. merasa bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya hal-hal seperti itu.
   Sejak semula Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”

   Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”
   Setelah Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah. Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya (Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam) dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqah.

H. Awal Masa Jihad di Jalan Allah
   Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agarna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada rnasyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.
   Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah:
“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi (dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7)
   Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khadijah adalah orang pertama yang menyatap kan beriman pada risalah Rasulullah Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.

I. Masa Berdakwah Terang-terangan
   Setelah berdakwah secara sembunyi- sembunyi, turunlah perintah Allah kepada Rasulullah untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang Quraisy. Rasulullah Muhammad memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang mernenuhi pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi kotoran hewan dan duri.
   Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan rnenguatkan hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.
   Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalab tutur kata yang lemah lembut sebagai penyejuk dan penawar hati.   Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun begitu, Allah telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Utsman bin Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab lewat firman-Nya :
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dan sabut. “ (QS. Al-Lahab:1-5)
   Khadijah adalah tempat berlindung bagi Rasulullah. Dari Khadijah, beliau memperoleh keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah ke seluruh penjuru. Khadijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan dalam perjuangan ini. Sementara itu, Abu Thalib, parnan Rasulullah, menjadi benteng pertahanan beliau dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy, sebab Abu Thalib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum Quraisy.

J. Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin
   Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, baik itu berupa  rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.
   Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah dan istrinya dapat bertahan, walaupun kondisi fisiknya sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang. Keluarga mereka yang lain, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pun kembali menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.

K. Wafatnya Khadijah
   Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa sakit kali mi merupakan akhir dan hidupnva. Dalam keadaan seperti itu, Abu Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu Thalib untuk menasehati Muhammad agar menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya adalah harta dan pangkat. Akan tetapi, Abu Thalib tidak bersedia, dan dia mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta sepenuh dunia.Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat gembira atas kematian Abu Thalib itu, karena mereka akan lebih leluasa mengintimidasi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan pengikutnya. Pada saat kritis menjelang kematian pamannya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini aku kehilangan engkau?
   Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya semakin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. semakin sedih. Bersama Khadijahlah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia.
   Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal, menyusul Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
   Khadijah meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Sumber: buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar