Pemimpin wanita di
alam semesta di masanya adalah puteri khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin
Qushay bin Kilab Al-Quraisyi Al-Asadi yang dijuluki sebagai “wanita yang suci”.
Ia dilahirkan di rumah yang mulia dan mempunyai kedudukan tinggi, kurang lebih
15 tahun sebelum tahun Gajah. Dia tumbuh di dalam salah satu rumah dari
rumah-rumah yang mulia (yang menyebabkan) dia menjadi sosok wanita yang cerdas
lagi mulia. Ia terkenal sebagai wanita yang memiliki kemauan yang kokoh dan
akal yang cerdas serta adab sopan santun yang tinggi. Karena itu dia menjadi
pusat perhatian kaum lelaki yang menjadi pemimpin dari kaumnya.
Dia pernah dinikahi
Abu Halah bin Zurarah At-Tamimy. Perkawinannya dengan suami ini melahirkan
Halah dan Hindun. Tatkala Abu Halah meninggal dunia, dia diperistri oleh Atiq
bin Aidz bin Abdullah Al-Makhzumy. Setelah hidup bersamanya beberapa waktu,
keduanya kemudian bercerai. Setelah itu banyak tokoh-tokoh Quraisy yang
berusaha meminangnya tetapi ditolak karena ia ingin mendidik anak-anaknya dan
menjalankan usaha perdagangan. Dia adalah seorang wanita yang kaya raya lagi
berharta. Dia juga memperkerjakan beberapa orang untuk menjalankan dagangannya
dan memberikan upah dengan sistem bagi hasil. Tatkala berita tentang sifat
kejujuran, amanah, dan akhlaq Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sebelum
diutus sebagai Nabi sampai kepada Khadijah, spontan dia meminta kepada beliau
agar mau menjalankan dagangannya ke Negeri Syam bersama seorang pemuda bernama
Maisarah dengan upah yang lebih banyak daripada upah yang diberikan kepada yang
lainnya.
Orang yang jujur dan
terpercaya tersebut menyetujui lalu dia safar bersama Maisarah. Allah
memberikan kemudahan kepada Rasulullah dalam menjalankan usaha ini sehingga
perdagangan tersebut menghasilkan untung yang sangat besar. Khadijah merasa
gembira terhadap keuntungan yang banyak yang dia peroleh melalui tangan
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ini. Akan tetapi dia lebih kagum terhadap
kepribadiannya yang sangat agung dan mendalam.Datanglah pikiran-pikiran ke
dalam benaknya yang dicampuri perasaan menggelora yang belum pernah ia jumpai
sebelumnya. Ini adalah sosok laki-laki yang tidak seperti keumuman laki-laki
lainnya dan…dan…
Akan tetapi dia
berfikir apakah pemuda yang jujur lagi terpercaya mau menerima pernikahannya,
sedangkan umurnya telah mencapai 40 tahun? Bagaimana pula reaksi kaumnya,
sementara dia telah menolak lamaran para tokoh Quraisy?. Ketika fikirannya
dalam keadaan bingung dan resah, temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih
datang menemui. Mereka duduk bersama sambil berbincang-bincang. Dengan
kecerdasannya, Nafisah binti Munabbih mampu menyingkap rahasia yang terpendam
di atas sifat malu dan tekanan suara pembicaraan Khadijah.Nafisah binti Munabbih
berhasil menenangkan hati Khadijah dan menentramkan gejolak jiwa yang sedang
membara. Nafisah mengingatkan Khadijah bahwa dia merupakan orang yang mempunyai
garis nasab yang baik, kaya dan memiliki wajah yang cantik. Dan Nafisah
mengatakan hal ini kepada Khadijah dengan jujur, dikarenakan banyak laki-laki
mulia yang mengincarnya.
Tidak lama kemudian keluarlah Nafisah dari rumah Khadijah dan
bergegas ke tempat orang yang (paling) terpercaya (Rasulullah) dan dengan cepat
dia mengajukan pertanyaan kepadanya: “Wahai Muhammad, apa yang menyebabkan
engkau tidak menikah?”
Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam menjawab: “Tidak ada sesuatu yang bisa saya pakai untuk
menikah.” Nafisah tersenyum sambil berkata: “Jika engkau diberi dan diminta
menikahi wanita yang berharta, rupawan, mulia dan cukup, apakah engkau
menerimanya?”
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya: “Siapa?” Nafisah
berkata: “Khadijah binti Khuwailid.” Dia berkata: “Kalau dia setuju, maka saya
terima.”Kemudian Nafisah pergi untuk memberikan kabar gembira kepada Khadijah,
(sementara) manusia terpercaya itu segera mengkhabarkan kepada paman-pamannya
tenntang keinginannya untuk menikah dengan Khadijah. Maka Abu Thalib dan Hamzah
beserta paman Nabi yang lainnya pergi ke rumah paman Khadijah, yaitu Amr bin
Asad untuk meminang keponakannya sekaligus menentukan maharnya.
Tatkala akad nikah telah sempurna, hewan-hewan telah disembelih
dan dibagikan kepada para fakir dan rumah Khadijah dibuka untuk para keluarga
dan kerabat, tiba-tiba Halimah As-Sa’diyah hadir di tengah-tengah mereka untuk
menyaksikan anaknya yang telah dia susui (Muhammad).
Setelah itu dia kembali ke kaumnya dengan membawa 40 kepala
kambing sebagai hadiah dari pengantin puteri yang mulia untuk sang ibu yang
telah menyusui Muhammad sebagai pengantin laki-laki yang tersayang.
Wanita yang suci, tuan bangsa Quraisy tersebut, telah menjadi
istri Muhammad, pemuda yang terpercaya. Dia menjadi permisalan yang sangat
tinggi dan agung dalam kecintaan terhadap suaminya dan pengutamaannya terhadap
apa-apa yang dicintai oleh suaminya. Tatkala dia melihat suaminya mencintai
bekas budaknya yaitu Zaid bin Haritsah, maka dia menghadiahkan Zaid tersebut
kepadanya.Tatkala suaminya menyukai salah satu anak pamannya Abu Thalib agar
bisa berbaur dengannya, maka dengan kesukaannya itu Khadijah memberikan
keluasan kepada Ali Radhiyallahu’anhu untuk mendapatkan kesempatan yang banyak
supaya bisa mendapatkan pelajaran akhlaq dari suaminya Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wasallam.Allah menganugerahi kepada rumah tangga yang penuh kebahagiaan
tersebut kenikmatan demi kenikmatan. Allah mengkaruniai anak lelaki dan
perempuan kepada mereka berdua, yaitu Al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah,
Ummu Kultsum, dan Fathimah.Allah memberikan kesukaan ber-khalwat (memisahkan
diri dari keramaian manusia) kepada orang yang terpercaya lagi jujur
tersebut. Sehingga tidak ada sesuatu yang lebih dia sukai daripada ber-khalwat
sendirian.
Dia melakukan peribadatan di gua Hiro selama sebulan penuh pada
setiap tahun. Di gua tersebut dia tinggal selama beberapa malam dengan membawa
perbekalan yang sedikit. Kedudukan Muhammad jauh dari aktivitas dan permainan
penduduk Mekkah yang sia-sia dan peribadatan mereka terhadap berhala dan…dan…
Khadijah, tuan yang suci tersebut, tidak menghalangi kesukaan
ber-khalwat ini, meski terkadang aktivitas ini menjauhkan Muhammad dari
dirinya. Dia juga tidak mengajukan berbagai pertanyaan yang berlebihan dan
gosip-gosip terhadap perenungannya yang bersih itu. Bahkan Khadijah berupaya
dengan maksimal untuk melindunginya dengan melakukan penjagaan dan menciptakan
suasana yang tenang selama dia berada di rumah.Ketika Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wasallam berangkat ke gua, kedua matanya memperhatikannya dari jauh,
bahkan dia mengutus orang untuk mengawasi dan menjaga dari belakang dengan
tanpa mengusik ketenangan khalwat-nya.Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam tetap dalam keadaan demikian itu sampai waktu yang Allah kehendaki.
Kemudian jibril mendatanginya ketika beliau berada di gua Hiro pada bulan
Ramadhan dengan membawa kemuliaan wahyu dari Allah. Kemudian dia kembali ke
rumahnya di kegelapan fajar dalam ketakutan yang luar biasa. Wajah pucat dan
badan gemetar sambil berkata: “Selimuti aku, selimuti aku.”
Setelah Khadijah meminta keterangan yang apa terjadi, Muhammad
berkata kepada isterinya: “Wahai Khadijah, aku khawatir terjadi sesuatu pada
diriku.”Lalu Khadijah yang sayang dan berakal berkata dengan meyakinkan
suaminya: “Allah akan menjaga kita wahai Abukl Qasim, bergembiralah wahai anak
paman dan tenangkanlah dirimu. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
sesungguhnya saya berharap engkau menjadi Nabi ummat ini. Demi Allah engkau
tidak akan dihinakan oleh Allah selama-lamanya. Sesungguhnya engkau orang yang
menyambung hubungan baik dengan saudara senasab, berbicara jujur, engkau
membantu yang lemah, menjamu tamu, dan engkau orang yang membantu para
wakil-wakil kebenaran.”
Hati Nabi menjadi tenang atas pengokohan ini dan kembali tentram
di hadapan pembenaran dan keimanan istrinya terhadap apa yang dia bawa. Wanitia
berakal lagi bijaksana tersebut tidak cukup melakukan demikian itu. Bahkan
dalam waktu yang cepat dia pergi ke anak pamannya (Waraqah bin Naufal) dan
mengabarkan kepadanya tentang apa yang terjadi pada diri suaminya. Tidak ada
respon dari anak pamannya tersebut kecuali ia berteriak sambil berkata: “Ruh
suci…ruh suci! Demi Dzat yang jiwa Waraqah ada di tangan-Nya. Jika engkau
berkata benar wahai Khadijah, sesungguhnya dia telah didatangi oleh Namus yang
besar (Malaikat Jibril) yang telah mendatangi Musa dan Isa. Sesungguhnya dia
adalah Nabi umat ini. Maka katakanlah kepadanya agar dia tetap tegar.”
Lalu Khadijah bergegas kembali kepada suaminya yang tersayang
untuk menyampaikan kabar gembira itu. Kemudia Khadijah datang lagi ke rumah
Waraqah dengan suaminya, agar dia mendengar langsung berita gembira tersebut
dari anak pamannya.Tidaklah Waraqah memandang sekejap di saat Muhammad datang
kepadanya (kecuali) dia berteriak: “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
sesungguhnya engkau adalah Nabi umat ini, sesungguhnya engkau akan didustakan,
akan disakiti, diusir, bahkan dibunuh.
Jika aku masih hidup pada hari itu, tentu aku akan membela agama
Allah dengan sebenar-benar pembelaan yang Dia ketahuinya.” Kemudian Waraqah
mendekatkan kepalanya kepada Muhammad lalu dia mencium ubun-ubunnya.
Kemudian Muhammad
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah
menjawab: “ Ya, tidaklah seorang yang datang dengan membawa sesuatu seperti apa
yang engkau bawa kecuali dia akan dimusuhi. Duhai, seandainya saya masih
muda…duhai seandainya saya masih hidup.” Tidak berselang lama setelah itu
Waraqah meninggal dunia.Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bergembira dengan
kabar yang telah didengarnya. Adapun rasa takut yang pertama kali muncul (telah
hilang), karena Beliau mengetahui bahwa berdakwah di jalan Allah pasti akan
mengalami berbagai hambatan, gangguan, ejekan bahkan siksaan dari kaum
musyrikin. Dan ini merupakan ketetapan Allah selaku penguasa alam semesta
terhadap para Nabi dan para da’I yang menyeru kepada manusia untuk beribadah
kepada-Nya.
Khadijah adalah manusia pertama yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya sekaligus orang yang pertama masuk islam. Istri yang tercinta dan
beriman tersebut berdiri di sisi Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sang suami yang
tercinta, untuk memberikan pembelaan dan bantuan. Menolongnya dalam menghadapi
siksaan dan gangguan yang sangat bengis. Dengan sikap yang demikian itu, Allah
meringankan Nabi-Nya.Seperti ketika beliau mendengar jawaban yang tidak
menyenangkan dan pendustaan terhadapnya dimana hal itu menyedihkannya. Tiada
lain Allah melapangkan hatinya melalui Khadijah tatkala beliau kembali
kepadanya. Dikokohkan dan diringankan beban suaminya, diremehkan caci maki dan
cercaan manusia kepada dirinya serta Khadijah mengambil ayat-ayat Al-Qur’an
untuk diperlihatkan kepadanya. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
Artinya : ”Hai orang yang berkemul (berselimut),
bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu
bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” [QS. Mudatsir : 1-7]
Sejak saat itu, Rasul yang mulia mulai memasuki
kehidupan baru yang berkumpul di dalamnya keberkahan dan kesulitan. Beliau
mengabarkan kepada istrinya yang mukminah bahwa masa tidur dan istirahat telah
usai.Mulailah Khadijah Radhiyallahu’anha menyeru kepada Islam di sisi suaminya
dengan perkataan dan perbuatannya. Dan hasil yang pertama dari seruan tersebut
adalah (masuk Islamnya) bekas budaknya yaitu Zaid bersama 4 puterinya, semoga
Allah meridhoi mereka. Ujian keras mulai menimpa kaum muslimin dengan bentuk
yang berbeda-beda. Sedangkan Khadijah tetap berdiri bersama suaminya dengan
kokoh seperti gunung yang tinggi puncaknya dalam rangka menunaikan firman Allah
Subhanahu wa ta’ala:
Artinya : ”Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira
bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka
tidak diuji lagi?” [QS. Ankabut : 1-2]
Allah telah mengambil anak laki-lakinya yaitu Al-Qasim dan
Abdullah ketika keduanya masih berusia kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap
bersabar dengan mengharapkan pahala dari Allah. Dia juga menyaksikan wanita
yang pertaman syahid di dalam Islam yaitu Sumayyah yang mengalami sakaratul
maut di atas tangan para thaghut sampai ruhnya menghadap kepada sang Pencipta
dalam keadaan sangat agung dan mulia.
Khadijah kemudian berpisah dengan anak perempuan yang merupakan
belahan jiwanya yaitu Ruqayyah istri Utsman Radhiyallahu’anhu dikarenakan harus
hijrah ke Negeri Habasyah dalam rangka menyelamatkan agama dan menghindar dari
gangguan orang-orang musyrik.
Khadijah menyaksikan dan mengalami dari masa ke masa situasi
kritis disertai dengan kondisi yang menakutkan dan penuh dengan perjuangan.
Meskipun demikian, rasa putus asa tidak dirasakan di dalam hati wanita yang
berjiwa pejuang ini. Sehingga dalam waktu yang singkat itu, dia benar-benar
telah mengamalkan firman Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi:
Artinya: “kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan
dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang
diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah,
gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa,
Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang patut diutamakan.”
[QS. Ali Imran : 186].
Sebelum itu semua, dia
telah menyaksikan suaminya yang jujur lagi terpercaya dalam berdakwah kepada
Allah menghadapi berbagai macam bala, Khadijah selalu bersabar dan hanya
mengharap wajah-Nya. Di saat mendapat ujian, kesabaran dan imannya semakin
bertambah. Muhammad menolak semua harta dunia yang memikat lagi murah ketika
ditawarkan untuk ditukar dengan aqidahnya. Beliau bersumpah dalam sikapnya
tersebut, yang mana Khadijah belum mengetahui sifat kemanusiaan yang serupa
pada dirinya walaupun setapak kaki semut.
Beliau Shalallahu
‘Alaihi Wasallam memberikan pernyataan kepada pamannya: “Demi Allah wahai
pamanku, kalau seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan
bulan di tanga kiriku agar aku meninggalkan perkara ini, tentu tidak akan aku
tinggalkan sampai Allah memberikan kemenangan atasnya atau membinasakan yang
lainnya”
Seperti
inilah Tuan wanita yang berjihad yaitu Khadijah dalam mengambil hiburan yang
-sangat agung dan ayat-ayat yang mengokohkan keimanan yang mengagumkan dari
suaminya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.Karena itu tatkala Quraisy
melakukan pemutusan hubungan terhadap kaum muslimin, yaitu pemboikotan hubungan
politik, ekonomi, dan kemasyarakatan kepada mereka, dan menuliskannya di
lembaran yang digantungkan di tengah Ka’bah, maka kita mendapatinya dalam
keadaan tidak ragu dalam mengambil sikap bersama kaum muslimin di lembah Abu
Thalib yang terpisah dari rumahnya yang dicintai. Di lembah tersebut dia
menghabiskan waktu selama 3 tahun dalam keadaan sabar bersama Rasul dan orang
yang bersamanya dari kalangan shahabat, dalam melawan kebobrokan pemboikotan
yang menyiksa dan kekuasaan berhala yang angkuh.
6 bulan setelah pemboikotan tersebut berakhir, Abu Thalib
meninggal dunia. 3 tahun sebelum hijrah wanita mujahidah yang selalu mengharap
wajah Allah itu dipanggil untuk menghadap Allah.
Musibah bertubi-tubi menimpa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
secara beruntun dengan meninggalnya Khadijah sang pendamping yang jujur dalam
membela Islam.Seperti inilah jiwa yang tenang tersebut kembali kepada Tuhannya
ketika ajal yang telah ditetapkan telah usai. Dia menjadi contoh yang sangat
mengagumkan dan paling jujur dalm berdakwah kepada Allah serta berjihad di
jalan-Nya.Dia merupakan sosok istri yang bijaksana yang telah menentukan
perkara-perkara sesuai denga ukurannya dan mengeluarkan segala sesuatu yang
dimilikinya dalam rangka menggapai keridhoan Allah dan Rasul-Nya.Dengan sebab
itu, dia berhak menerima salam dari Tuhannya dan kabar gembira dengan sebuah
istana di surge untuknya yang terbuat dari emas dan permata, yang tidak ada
suara riuh rendah (bising) dan tidak pula ada kemarahan di dalamnya.
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:“Sebaik-baik wanita di bumi di masanya
adalah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita di bumi di masanya adalah
Khadijah binti Khuwailid”
Ya Allah, ya Tuhan kami, ridhailah Khadijah binti Khuwailid
seorang wanita mulia lagi suci, seorang istri yang selalu memenuhi janji lagi
jujur, dan wanita mukminah mujahidah di jalan agamanya dengan mengerahkan semua
harta miliknya. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan karena
jasanya terhadap Islam dan muslimin.
Khadijah binti Khuwailid
Khadijah binti Khuwaild adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda
Rasulullah, “Sebaik-baik
wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan
Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.,
menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan
berbagai kesusahan pada fase awal jihad pcnyebaran agarna Allah kepada seluruh
umat manusia.
Khadijah
adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari
keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak
pemuda Quraisv yang ingin mempersuntingnya. Sebelum menikah dengan Rasulullah,
Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah
at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan
perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan
Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan
perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku
Quraisy.
A.
Wanita Suci
Sayyidah
Khadijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah
dan Atiq bin Aidz karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu,
tidak heran jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa
penghormatan yang tinggi kepadanya.
Kekayaan yang
berlimpahlah yang menjadikan Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah
merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak
mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa
barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas.
Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan
yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para
karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan
kecemer1angan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan
bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak
berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah menuju kesuksesan yang gemilang.
B.
Pemuda yang Jujur
Khadijah
memiliki seorang pegawai yang dapat dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah.
Dia dikenal sebagai pemuda yang ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani
melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring
dan menyiapkan kafilah, menentukan harga, dan memilih barang dagangan.
Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah
sia-sia.
C.
Pemuda Pemegang Amanah
Kaum Quraisy
tidak mengenal pemuda mana pun yang wara, takwa, dan jujur selain Muhammad bin
Abdullah, yang sejak usia lima belas tahun telah diajak oleh Maisarah untuk
menyertainya berdagang.Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam
untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk
bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat
banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda.
Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad
yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh
selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia
melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang
seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang
rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki
yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebgaimana telah
tertulis di dalam Taurat dan Injil.
Cerita-cerita
tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah
pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa
menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan
terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui anak
pamannya, Waraqah bin Naufal, yang dikenal dengan pengetahuannya tentang orang-
orang terdahulu. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang
dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah
terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan
Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah
untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta
menikahi dirinya.
Ketika itu
Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan
keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin
menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan
salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru
bin As’ad untuk meminang Khadijah.
D.
Istri Pertama Rasulullah
Allah
menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia
Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh
tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun
tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Allah
Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.
Khadijah
adalah istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum dia
rneninggal. Allah menganugerahi Nabi Shallallahu alaihi wassalam. melalui
rahirn Khadijah beberapa orang anak ketika dibutuhkan persatuan dan banyaknya
keturunan. Dia telah memberikan cinta dan kasih sayang kepada Rasuluflah
Shallallahu alaihi wassalam. pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan
kekejaman datang dari kerabat dekat. Bersama Khadijah, Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam. memperoleh per1akuan yang baik serta rumah tangga yang
tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan
pahitnya menjadi anak yatim piatu dan miskin.
E.
Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
Khadijah
melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang
anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra
dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah,
Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang balk) dan ath-Thahir (yang suci).
Zainab banyak
rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul
Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama Rasulullah
rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu Kultsum dan
Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi
Shallallahu alaihi wassalam. diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri
bungsu beliau rnasih kecil.
Selain mereka
ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid
dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang kemudian dijadikan budaknya. Ketika
Khadijah menikah dengan Muhammad, Khadijah memberikan Zaid kepada Muhammad
sebagai hadiah. Rasulullah sangat mencintai Zaid karena dia memiliki
sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di
tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat
kabar bahwa Zaid berada di tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan
Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp
tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama
Rasulullah, schingga dan sinilah kita dapat mengetahuisifat mulia Zaid.
Agar pada
kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya,
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan Zaid bin Haritsah menuju halaman
Ka’bah untuk mengummkan kebebasan Zaid dan pengangkatan Zaid sebagai anak.
Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa
banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum
pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal
itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Allah berikut ini:
” …
jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah merela sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ” (QS. At-Taubah:5)
F.
Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.
Muhammad bin
Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenterarn
di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam
menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal
itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa
prakenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang
Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s.
Khadijah
sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir
selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan
minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang
dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika
itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.
Suatu ketika,
seperti biasanya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–.
Beliau sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril memanggil
beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya menjawab,
“Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap
beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu
Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.”
Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan
perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.”
Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari
seluruh tubuhnya sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju
rumah.
Khadijah
melihat beliau dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke
rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi
dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya
menyelimuti tubuhnya. Khadijah memberikan ketenteraman kepada Rasulullah dengan
segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman.
Beliau ridak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada
Khadijah karena khawatir Khadijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan
beliau belaka.
D.
Pribadi yang Agung
Setelah rasa
takut beliau hilang, Khadilah berupaya agar Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam. mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun
menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita
suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. merasa bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya
hal-hal seperti itu.
Sejak semula
Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar
untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas
Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak
baru dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini
ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku
rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”
Di sinilah
tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah.
Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah
dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau selalu
menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong
orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah
orang lain.”
Setelah
Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khadijah mendatangi
anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah.
Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai
Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah
dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat
Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa
sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam
Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya
(Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam) dan menyampaikan apa yang dikatakan
oleh Waraqah.
H.
Awal Masa Jihad di Jalan Allah
Khadijah
meyakini seruan suaminya dan menganut agarna yang dibawanya sebelum diumumkan
kepada rnasyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya
berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam
menyebarkan agama Allah.
Beberapa
waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.
untuk membawa wahyu kedua dari Allah:
“Hai
orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan
Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah
berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi (dengan maksud) memperoleb
(balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7)
Ayat di atas
merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada kalangan
kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khadijah adalah orang pertama yang menyatap
kan beriman pada risalah Rasulullah Muhammad dan menyatakan kesediaannya
menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman
Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi
Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian
Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin
Muhammad. Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam,
diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair
ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk
menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di
pinggiran kota Mekah.
I.
Masa Berdakwah Terang-terangan
Setelah
berdakwah secara sembunyi- sembunyi, turunlah perintah Allah kepada Rasulullah
untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke
tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada
Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak
dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang
Quraisy. Rasulullah Muhammad memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan
yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang
mernenuhi pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan
tidak segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi
kotoran hewan dan duri.
Khadijah
tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan.
Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata
jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang
Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian
dia memotivasi dan rnenguatkan hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.
Bersama
Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak
jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan
mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalab tutur kata yang lemah lembut
sebagai penyejuk dan penawar hati. Orang
yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza
bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta
istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan
pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun
begitu, Allah telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Utsman bin
Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab lewat firman-Nya :
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang
di lehernya ada tali dan sabut. “ (QS. Al-Lahab:1-5)
Khadijah
adalah tempat berlindung bagi Rasulullah. Dari Khadijah, beliau memperoleh
keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat
dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah ke seluruh
penjuru. Khadijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan
dalam perjuangan ini. Sementara itu, Abu Thalib, parnan Rasulullah, menjadi
benteng pertahanan beliau dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy,
sebab Abu Thalib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum
Quraisy.
J.
Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin
Setelah
berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, baik itu berupa rayuan,
intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan
mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu
Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah,
istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan
diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi,
dan keperluan sehari-hari lainnya.
Dalam kondisi
seperti itu, Rasulullah dan istrinya dapat bertahan, walaupun kondisi fisiknya
sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan
sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian
derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak
lama lagi pertolongan Allah akan datang. Keluarga mereka yang lain, sekali-kali
dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk
mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi
tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah
bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy
telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum
muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pun kembali
menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.
K.
Wafatnya Khadijah
Beberapa hari
setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa
sakit kali mi merupakan akhir dan hidupnva. Dalam keadaan seperti itu, Abu
Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu Thalib untuk menasehati Muhammad agar
menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya adalah harta dan pangkat. Akan
tetapi, Abu Thalib tidak bersedia, dan dia mengetahui bahwa Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan
pangkat dan harta sepenuh dunia.Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka
tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat
gembira atas kematian Abu Thalib itu, karena mereka akan lebih leluasa
mengintimidasi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan pengikutnya. Pada
saat kritis menjelang kematian pamannya, Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini aku kehilangan engkau?
Pada tahun
yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita
kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya
semakin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. semakin
sedih. Bersama Khadijahlah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membangun
kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Dalam sakit
yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal,
menyusul Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal
dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sendiri yang
mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika
melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam
binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah
meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita
lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama
yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan
putra-putri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk
kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar
gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa
lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa
menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat
yang layak di sisi-Nya. Amin.
Sumber:
buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar