Sabtu, 11 Agustus 2012

Melati Nambir Negeriku


Dalam Catatan Wanita Berjaya
Hingar bingar pemilu mulai dating, semua yang dahulu biasa saja menjadi luar biasa dengannya. Wajah-wajah yang dahulu manis kini menjadi suram. Tak tahu apa maksudnya, apa semua politik kampus harus diliputi dengan kesuraman atau mungkin semua tentang permusuhan? Semua tentu tidak, silaturrahmi dan persahabatan akan terus ada sampai akhir menutup mata (walau seperti nyanyian). Sebuah pembelajaran yang dibarengi dengan rasa tanggungjawab yang membahana seharusnya ada pada diri politikus muda kampus ini. Teringat saat penurunan orde lama oleh segenap mahasiswa yang saat itu serentak mengatakan tidak pada korupsi, dihianati oleh perkataan-perkataan halus nan imut seakan meminum ludah mereka sendiri saat mereka merasakan kenyamanan duduk dan bertengger dikursi perwakilan rakyat.
Harapan umat ketika suatu golongan mahasiswa bersemangat dalam pemilu kampus adalah dapat mengimplementasikan ilmu-ilmu murni yang pro orang cilik keIndonesia yang berkemajuan. Terlihat partai A-Z mengoar-ngoarkan janji-janji  palsu yang menjadi pemuas nafsu semata, seperti slogan penipu rakyat, lebih berpengalaman, teruskan, perbedaan menjadi satu, dll. Seolah mereka belajar menjadi penipu ulung yang siap ditembakan ditengah-tengah masyarakat. Bukankah Islam telah mengajarkan kepada kita menjadi pemimpin dimanapun harus berlandaskan Shidiq, Amanah, Tablig, dan Fathonah. Tidak memandang dari kalangan mana atau harus laki-laki atau perempuan.
Serasa menjadi dogma-dogma yang terpendam dalam otak bawah sadar kita, bahwa perempuan memimpin selalu menggunakan perasaan, dan laki-laki selalu menggunakan emosi. Kelemahan itu seraya didampingi dengan munculnya golongan-golongan feminis, yang menunjukan pembelaan terhadap kaum feminis yang tersisihkan atau mungkin menjadi nomor dua. Melihat realita tak semudah dengan apa yang kita ucapkan. Sampai kapan kita terlena dengan ucapan dan lidah palsu pemimpin terdahulu, dan kapan kita mulai belajar dari pemimpin-pimimpin terdahulu yang gagal akan kepemimpinannya, Soekarno dengan keotoriterannya begitupun dengan  Soeharto, Habibie dengan kelemahannya sampai-sampai Timor Timur memisahkan dari Indonesia, dsb.
bukan maksud apa-apa, tapi segala pandangan yang menempatkan posisi perempuan dalam posisi subordinat dari laki-laki jelas bukan bagian dari pemahaman islam yang tepat, dan cenderung menyandarkan pemahaman agamanya pada tafsir-tafsir sempit dan tidak peka dengan fakta-fakta sejarah, sosiologis, dan psikologis . Ya, dalam fatwa-fatwa ulama klasik perempuan memang tidak ditempatkan di ranah publik dan dilarang menjadi pemimpin dengan alasan tertentu. tanpa melupakan penghargaan terhadap mereka, alas an-alasan tersebut cenderung lahir dalam konstruksi budaya patriarki serta sentimentil terhadap perempuan.
Emosi, maupun biologis jelas bukan faktor determinan dalam menentukan kualitas suatu kepemimpinan. Al Qur'an justru menceritakan kisah kemakmuran negeri Saba' karena dipimpin oleh perempuan, juga dalam tarikh sejarah kita tidak bisa juga melupakan kepemimpinan Aisyah R.A. dalam perang jamal. an Nisa ayat 34 dan hadis yang menyatakan bahwa tidak beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh perempuan, bukan dalil yang mengharamkan seorang perempuan menjadi pemimpin.
Kaidah fiqih لاَيُنْكَرُ تَغَيُّرُ الاَحْكَامِ بِتَغَيُّرِالاَزْمَانِ وَالاَمْكِنَةِ (tidak bisa dipungkiri, perubahan hukum bisa terjadi karena perubahan waktu dan tempat) harus menjadi  pegangan. at Taubah ayat 71 jelas menempatkan tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah. Yusuf Qardhawi (Ketua Persatuan Ulama Internasional) menyatakan bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin dalam semua hal termasuk memegang kendali kekuasaan menurut spesialisasi masing-masing, seperti jabatan memberi fatwa dan berijtihad, pendidikan, kehakiman dan sebagainya. Sedangkan menurut Hamka (ulama kharismatis Muhammadiyah) dalam tafsir al Azhar menyebutkan antara laki-laki dan perempuan tidak dibedakan dalam hal berbuat kebajikan. Keduanya bersatu dalam satu keyakinan, yaitu percaya kepada Allah SWT.
Dapat dipahami bahwa perempuan mempunyai kesempatan yang sama dalam menegakkan Agama dan membangun masyarakat beriman. Deklarasi OKI (Organisasi Kerjasama Islam) pada deklarasi Kairo tahun 1991 tegas menyatakan bahwa baik perempuan maupun laki-laki mempunyai kedudukan sama dalam ruang publik, pembedaannya hanya ada pada fungsi keibuan. Putusan majelis tarjih Muhammadiyah ke 17 di Padang tahun 2002 pun, juga memutuskan hal serupa. Perempuan berhak berkiprah dalam ranah politik termasuk menjadi presiden. kita harus menghargai semua pendapat, tapi akan lebih baik jika pendapat tersebut dikuatkan dengan argumen-argumen teologis, filosifis, teoritis, pengalaman, maupun kepekaan akan sejarah dan fakta psikologis. Jika tidak, terlebih menyangkut persoalan agama terlebih yang sensitif seperti isu perempuan, maka akan sangat kontraproduktif pada Islam itu sendiri. Penafsiran tekstual tidak salah, bahkan sangat baik untuk menjaga kemurnian Islam. Tetapi jika dipahami tekstual secara sempit, bukan malah tidak mungkin mendegradasi peran Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Sejarah nabi adalah revolusi melawan sistem sosial yang timpang, pemposisian perempuan dalam posisi subordinat hanya akan melanggengkan sejarah ketimpangan tersebut. HIDUP PEREMPUAN!!!

http://rijalmohammadi.blogspot.com/2012/06/wanita-berjaya.html

Kamis, 02 Agustus 2012

Waktu


Katakana pada ku tentang waktu yang indah.
Waktu berjalan begitu cepat takkan lari gunung dikejar.
 Waktu begitu berharga, waktu mempertemukan kita dengan orang yang kita sayangi.
Waktu mempertemukan kita pada rasa lain saat jumpa. Terasa begitu indah, terasa begitu ringan, terasa begitu berat. Karna waktu kita berjumpa dengan orang yang sangat kita cintai. Karna waktu hidup lebih berwarana.
Ku katakan pada waktu dalam tanyaku disaat aku merenung. “waktu mengapa kau meninggalkan aku, padahal aku ingin sekali berprestasi” dengan singkat waktu menjawab. Aku akan terus berjalan meski disampingnu ada pembunuhan sekalipun. Aku akan berjalan meski kamu dalam kesendirian. Aku akan terus berjalan meski bumi dalam masalah yang besar. Aku akan berjalan, meski langkah ku akan menebas setiap kemalasan. Namun tahukah kau jalan ku adalah takdir, henti ku adalah atas apa yang Tuhan perintahkan.
Lihatlah karna perjalannan ku yang tiada pernah terhentikan, disana ada manusia yang bermuka riang, bahagia atas kesuksesan yang dia raih. Merekalah orang-orang yang tiada pernah meninggalkan ku diwaktu sempit maupun luang. Jiwanya teguh atas apa yang mereka lakukan hanya berharap atas apa   yang mereka usahakan. Kepada Tuhan yang maha bijaksana atas ketentuan. Dalam munajat pengharapan di setiap tetes keringat yang berjatuhan, ada ketuluswan dan penghargaan, pengharapan
 Pengenalan terhadap waktu yang mereka usahakan. Jiwanya tenang.
Katakanlah cinta pada setiap perjalanan ku (waktu). Apa yang kau pilih. “istiqomqh dalam pilihan”.
 Mereka mengingatku sebab cinta, harapan,  pilihan, keistiqomhan…
12 maret 2010

“Muhibah pesantren”

Bismillahirahmanirahim …
Ketulusan cinta dalam perbuatan akan memberikan senyum bagi orang yang mengenal arti cinta. Pagi ini aku mendapatkan motivasi baru mengenai arti hidup dalam perantauan.
Seseorang terkadang merasa jenuh dengan aturan yang sangat mencekam dalam dirinya. Namun tahukah sesungguhnya arti dari gelombang terpaksa yang memberikan efek positif dalam memotivasi.
“Muhibah pesantren”
Sebuah keinginan untuk menjadi seorang santri meski terkadang keinginan itu kembali memenuhi ruang rindu. Tiada mengapa yang terpenting bagi  ku adalah bagaimana aku dapat hidup dalam motivasi belajar. Melahirkan sesuatu.
Tahajut cinta
Terlalu jauh aku menuruti keinginanku
Mengejar impian mengenalkan ku tentang arti hidup dalam massyarakat
Keadaan mendewasakanku, menyikapi hidup, kawanan arti dalam usiaku
Bila kuingat tentang arti sebuah perjuangan. Bila ku ingat tentang arti pengorbanan betapa jauhnya aku dari semua itu
Dewasa yang aku peroleh adalah saran ari ego ku yang terlampau tinggi
Namun sebenarnya aku sangat miskin ilmu
Semua menganggapku tau karna terkadang akupun mampu berbicara di luar kemampuan verballku
Aku tak tau inikah kataku?
Terlalu lama aku menahan rasa ini, rasa yang terkadang menjadi beban dan juga motivasi.
Bagaimmana masalahku dengan pertemuan itu? Dikala sujud ku
Ingin rasanya aku menyatu dengan Mu
MemikirkanMu penuh tanpa beban dalam jiwa.
Ku coba untuk ikhlas dari keterpaksaan yang terkadang membuatku hampIr berputus asa.
Ajarkan aku ya Roob tentang arti perjalannan cinta pada Mu.


Gunung Sugih 28, April 2012

Haid dan Segala Problemnya

Berapa jeniskah darah yang keluar melalui kemaluan wanita (menurut ilmu Fiqh Islam)?

Darah yang keluar melalui kemaluan wanita ada tiga jenis, yaitu;
1. Darah Haid
2. Darah nifas
3. Darah Istihadhah Pembagian di atas telah menjadi kesepakatan ulama (Lihat; Bidayatul Mujtahid, 1 / 69).

Apa yang dimaksud dengan darah haid?
Haid dari segi bahasa berarti mengalir. Adapun dari segi istilah anggota Fiqh, ia adalah darah yang mengalir keluar dari kemaluan wanita dari dalam rahimnya (uterus) karena alami (bukan karena penyakit atau karena setelah melahirkan anak). Keluarnya pada waktu tertentu ketika seorang wanita telah mencapai umur tertentu. [1]


Apakah persyaratan darah haid?


Ketentuan darah haid adalah;
1. Warna darah yang keluar memenuhi fitur-fitur warna darah haid.
2. Seorang wanita itu telah mencapai umur kemungkinan haid. Maka darah yang keluar sebelum umur tersebut tidak dianggap haid.
3. Rahimnya kosong dari anak karena wanita yang hamil tidak mungkin akan kedatangan haid menurut jumhur ulama (kecuali Syafi'ie dan Malik).
4. Harus periode kedatangan haid tidak kurang dari waktu minimanya.
5. Harus kedatangannya tidak melebihi periode maksimanya.
6. Harus kedatangannya didahului oleh periode suci yang paling pendek (yaitu 15 hari menurut mazhab Syafi'ie) untuk wanita yang telah biasa kedatangan haid. Jika darah yang keluar memenuhi persyaratan di atas, ia adalah darah haid. Jika tidak, maka ia bukan darah haid tetapi darah istihadhah.

Apakah warna darah haid?

Menurut ulama; warna-warna darah haid ada lima, yaitu;
1. Hitam
2. Merah
3. Asyqar (warna antara merah dan kuning)
4. Kuning
5. Keruh
Biasanya, pertama datang haid berwarna hitam, kemudian berubah ke merah, kemudian antara merah dan kuning, kemudian kuning dan akhirnya keruh (yakni antara putih dan hitam).

Tanda habisnya haid adalah warna putih atau tidak ada warna. Bila hilang semua warna-warna tadi apakah terlihat warna putih (seperti kapur putih yang disebut oleh Aisyah ra dalam haditsnya) atau tidak terlihat apapun warna, maka itu tandanya darah haid telah habis. Ketika itu, barulah ia bisa mandi dan melakukan ibadah sebagaimana wanita yang suci.

Kapan warna kuning dan keruh dianggap haid dan tidak dianggap haid?

warna kuning dan keruh hanya dianggap haid pada hari-hari kebiasaan haid. Ini berdasarkan pada hadis dari Aisyah yang menceritakan; para wanita sahabat mengirim kepadanya satu bekas kecil berisi kapas yang terdapat padanya efek kuning dan keruh dari haid. (* Tujuan mereka adalah meminta penjelasan darinya apakah mereka telah suci dari haid atau belum saat yang masih tinggal di vagina mereka hanyalah efek kuning dan keruh). Lalu 'Aisyah menjawab; "Janganlah kamu kamu tergesa-gesa (mandi wajib) sampai kamu melihat seperti kapur putih". (Riwayat Imam al-Bukhari) Adapun setelah hari kebiasaan haid (yakni pada hari-hari suci), maka warna keduanya tidak dianggap darah haid. Ini berdasarkan kenyataan Ummu 'Athiyyah ra yang menyebutkan; "Kami tidak menghitung warna keruh dan juga kuning setelah suci (yakni setelah haid) sebagai sesuatu (dari darah haid)". (Riwayat Imam Bukhari dan Abu Daud)

Berapa umur kemungkinan datangnya haid?


Menurut jumhur ulama (termasuk mazhab Syafi'ie, Hanafi, Hanbali dan kebanyakan ulama mazhab Maliki); sedikitnya umur datangnya haid adalah sembilan tahun. Maka menurut pandangan ini, darah yang terlihat sebelum sembilan tahun bukan darah haid, tetapi darah penyakit (istihadhah).

Sebagian ulama mazhab Maliki berpendapat; jika darah keluar dari anak-anak perempuan antara umur 9 sampai 13 tahun, harus keadaannya ditanya kepada kaum wanita atau dokter yang berpengalaman. Jika mereka mengkonfirmasi bahwa yang keluar adalah haid, maka darah itu adalah haid. Jika tidak, maka ia bukan darah haid.

Wanita yang kedatangan haid-jika umurnya telah genap sembilan tahun menurut pandangan jumhur tadi-, ia dianggap telah baligh dan dituntut melaksanakan kewajiban-kewajiban Syarak. Ia sama seperti anak-anak lelaki yang baligh karena mimpi sampai keluar mani. Untuk anak-anak yang tidak bermimpi atau datang haid, umur balighnya adalah 15 tahun, yakni saat masuk usia 15 tahun, maka mereka dianggap baligh sekalipun tidak datang haid atau tidak terjadi mimpi tersebut.

Berapa umur putusnya haid?

Menurut mazhab Syafi'ie; tidak ada umur tetap untuk putusnya haid. Ia harus dikiaskan kepada anggota-anggota keluarga dekat untuk seorang wanita dari pihak ayah dan juga pihak ibu seperti ibu-ibu saudara sebelah ayah dan ibu-ibu saudara sebelah ibu. Hal tersebut karena faktor keturunan. Namun jika harus untuk dilihat pada faktor umur, maka Imam Syafi'ie memperkirakan bahwa umur menopause adalah setelah 62 tahun karena ia adalah umur biasanya wanita menopause/putus haid.

Mazhab Imam Abu Hanifah menetapkan umur menopause/putus haid sebagai 55 tahun. Setelah umur tersebut, darah yang keluar tidak lagi disebut haid menurut pandangan yang terpilih dalam mazhab.

Menurut mazhab Maliki, umur menopause/putus haid dari 50 sampai 70 tahun. Jika darah masih keluar setelah umur 70 tahun, maka ia bukan haid tetapi istihadhah.

Mazhab Imam Ahmad pula mengatur umur menopause/putus haid antara 50 sampai 60 tahun.antara dua periode ini merupakah periode keraguan di mana jika seorang wanita melihat darah selama periode ini, maka ia tidak bisa berhenti dari ibadah sebagai langkah ihtiyat (berhati-hati) dan keluar dari khilaf. Namun jika umurnya genap 60 tahun dan darah masih keluar, maka darah yang dilihatnya bukan darah haid, tetapi istihadhah.

Apa yang harus dilakukan oleh wanita yang telah putus haid?


Wanita yang telah menopause/putus haid, ia harus bertindak sebagai perempuan yang suci sepanjang masa baik dari segi ibadah atau hukum-hukum yang lain. Dalam masalah eddah pula, ia harus bereddah menurut bulan, bukan oleh jumlah haid atau jumlah suci lagi. Ini ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya dalam surat al-Talaq, ayat 4.

Apakah perempuan mengandung ada kemungkinan menstruasi?


Para ulama berikhtilaf dalam masalah ini;

Menurut jumhur ulama; perempuan mengandung tidak ada kemungkinan datangnya haid. Maka jika seorang wanita melihat darah keluar melalui vaginanya saat ia sedang mengangdung, darah itu bukan darah haid, tetapi darah penyakit.
Namun menurut Imam Syafi'ie, Malik dan al-Laits; perempuan mengandung ada kemungkinan datangnya haid. Menurut mereka; jika perempuan yang mengandung itu menemukan darah keluar dari vaginanya dan keluarnya tepat hari-hari kebiasaan haidnya dan terlihat fitur haid pada darah tersebut, maka darah itu adalah darah haid.

Berapa lama waktu paling singkat terjadinya haid dan berapa pula waktu paling panjang atau paling lama?

Dalam menentukan periode paling singkat dan periode paling panjang untuk haid, para ulama berbeda pandangan;

1. Menurut Imam Syafi'ie, Atha dan Abu Tsur; periode haid yang paling singkat adalah sehari semalam (yakni 24 jam) terus. [2] Periode kebiasaan wanita kedatangan haid adalah selama enam atau tujuh hari. Adapun periode paling panjang untuk haid adalah lima belas hari. Maka berdasarkan pandangan ini; jika darah yang datang kurang dari sehari semalam atau lebih lima belas hari, maka ia bukan darah haid tetapi darah penyakit atau istihadhah.
2. Untuk Imam Abu Hanifah dan as-Sauri pula; periode haid paling singkat adalah tiga hari dan periode paling panjang adalah 10 hari.
3. Menurut Imam Malik pula, tidak ada batasan untuk periode haid yang paling singkat, yakni ada kemungkinan haid datang sedetik saja. Adapun periode paling panjang, ada tiga riwayat dari beliau yaitu; 15 hari, 17 hari atau tidak batasan.
4. Menurut Imam Ibnu Taimiyyah; tidak perlu ditentukan waktu paling singkat untuk haid dan juga periode paling lama baginya, akan tetapi dihitung apa yang telah tetap menjadi kebiasaan untuk seorang wanita maka itulah periode haid baginya sekalipun waktu itu kurang dari sehari atau lebih dari 15 hari atau 17 hari. Begitu juga tidak ada batas untuk umur paling bawah untuk kedatangan haid dan juga umur paling lama / paling ujung. Sama juga, tidak ada batas untuk paling tidak masa suci antara dua haid. Menurut beliau lagi; untuk perempuan yang pertama kedatangan haid (مبتدأة), maka dihitung / dihitung sebagai haid darah yang ia lihat selama ia tidak menjadi mustahadhah (yakni perempuan yang kedatangan istihadhah yaitu darah yang keluar bukan pada masa yang seharusnya). Begitu juga, perempuan yang berubah kebiasaan hari-hari haidnya (yakni hari-hari kebiasaan haidnya berubah apakah bertambah atau berkurang atau berubah pada hari-hari yang lain), maka perubahan itu adalah dihitung haid sampai ia mengetahui bahwa darah yang keluar itu bukan haid , tetapi istihadhah karena darah yang keluar terus tanpa henti.

Suci di antara hari-hari kebiasaan haid; apakah dianggap haid atau tidak?

Dalam persoalan ini ada khilaf di kalangan ulama;
a) Mazhab Syafi'ie dan Abu Hanifah berpendapat; suci yang terjadi pada hari-hari haid dihitung sebagai haid. Oleh demikian, jika seorang wanita menemukan satu hari keluar darah dan satu hari berikutnya suci (di mana ia mengetahui suci itu apakah dengan keringnya darah atau dengan ia meletakkan kapas dan tidak efek darah haid pada kapas), kemudian hari berikutnya datang lagi darah, maka menurut pandangan ini seluruh hari adalah haid.

Berkata Imam Khatib as-Syirbini dalam al-Iqna ';
 "Suci antara darah-darah apakah dalam periode minimal haid (yaitu sehari semalam) atau lebih adalah dihitung haid karena mengikutinya (yakni mengikuti haid), tetapi dengan beberapa persyaratan, yaitu;
a) Periode suci itu tidak melebihi 15 hari. [3]
b) Darah-darah haid (yang keluar secara keseluruhan) tidak kurang dari waktu minimum haid yaitu sehari semalam.
c) Suci itu harus dikelilingi antara dua darah haid ".

b) Mazhab Maliki dan Hanbali pula berpandangan; hari suci antara hari-hari kebiasaan haid adalah dihitung suci. Oleh demikian, seorang wanita pada hari suci tersebut harus mandi dan shalat, harus ia berpuasa, beriktikaf, membaca al-Quran dan tidak bertentangan suaminya mensetubuhinya pada hari suci itu.

Apakah larangan-larangan Syarak ke atas wanita yang kedatangan haid?

Wanita kedatangan haid dilarang / diharamkan oleh Syarak untuk melakukan hal-hal berikut;

 a) Mengerjakan shalat
b) Melakukan thawaf
c) Menyentuh mushaf dan membawanya
d) Membaca al-Quran
e) Berhenti atau menetap di dalam masjid (termasuk beriktikaf)
f) Melintasi masjid jika dikuatiri akan merusak masjid
g) Berpuasa
h) Bersetubuh dengan suami
i) Dijatuhkan talak ke atasnya

Semua larangan pada tidak terangkat kecuali setelah mandi wajib melainkan tiga larangan saja yaitu; puasa, talak dan melintasi masjid di mana ketiga larangan ini terangkat setelah kering darah haid atau nifas, yaitu tidak disyaratkan setelah mandi barulah hal-hal tersebut harus dilakukan.

Kapan wanita haid dibolehkan mandi wajib?


Kalau ia menemukan darah haidnya telah habis, yakni telah kering. Sabda Nabi saw dalam hadits 'Aisyah ra (menurut satu riwayat darinya); "Bila haid kamu telah habis, maka mandilah dan tunaikanlah shalat".

Apakah caranya untuk memastikan darah haid benar-benar habis?

Hendaklah dilakukan pemeriksaan terhadap vagina, yaitu dengan memasukkan potongan kain, kapas atau sebagainya ke dalam vagina dan melihat apakah masih ada efek darah haid atau tidak. Jika tidak ada efek darah haid apakah tidak nampak apapun warna pada kain / kapas tersebut atau nampak warna putih seperti kapur, maka ketika itu barulah diharuskan mandi. Jika masih ada apapun efek warna darah atau warna kuning atau keruh, tidak harus mandi lagi karena darah haid belum habis.

Metode pemeriksaan diambil dari praktek wanita-wanita sahabat sebagaimana yang diceritakan oleh riwayat 'Aisyah ra; "Wanita-wanita sahabat mengirim kepadanya satu bekas kecil berisi kapas yang terdapat padanya efek kuning dan keruh dari haid. (* Tujuan mereka adalah meminta penjelasan darinya apakah mereka telah suci dari haid atau belum saat yang masih tinggal di vagina mereka hanyalah efek kuning dan keruh). Lalu 'Aisyah menjawab; "Janganlah kamu kamu tergesa-gesa (mandi wajib) sampai kamu melihat seperti kapur putih" (HR Imam al-Bukhari dan Imam Malik).

Catatan Akhir;

[1] Definisi ini adalah hasil gabungan berbagai definisi ulama. Lihat; al-Haidh wa an-Nifas wa Ahkami at-Taharah Lin-Nisa ', Ibrahim Muhammad Jamal, hlm. 18-19. [2] Tidak disyaratkan berkelanjutan itu dengan darah terlihat mengalir keluar. Memadai dengan diketahui bahwa darah itu ada yaitu sekira-kira jika ditempatkan kapas atau kain, akan terlihatlah efek darah padanya. [3] Jika seorang wanita mu'tadah melihat darah berwarna hitam selama lima hari, kemudian ia suci 15 hari, kemudian ia lihat setelah itu darah kuning selama lima hari pula, maka darah kuning itu adalah haid. Adapun periode 15 hari di antara darah hitam dan darah kuning itu dihitung sebagai periode suci yang sempurna. (Ahkam at-Taharah, hlm. 67)

 


http://wakakak1.blogspot.com/2012/01/haid-dan-segala-problemnya.html 

TERM OF REFERENCE (ToR)

TERM OF REFERENCE (ToR)
Kajian Ilmiah IMMawati Se-Lampung oleh PC IMM Lampung Selatan
Minggu 5 Agustus 2012

“Historis Inspirator Peradaban “Nyai Dahlan” dan Spirit Perjuangan IMMawati


A.     Latar Belakang
…Ia adalah sosok yang sangat giat menuntut ilmu, terutama ilmu-ilmu ke-Islaman
(sebuah catatan untuk Nyai Dahlan)

Islam telah datang dengan membawa sinar kebenaran bagi wanita secara keseluruhan dan memadamkan api kebodohan ditengah-tengah mereka, sehingga mereka mendapatkan kemenangan setelah terperangkap didalam kekalahan. Merekapun menjadi kuat setelah mengalami kelemahan dan menjadi sehat setelah berabad-abad sakit. Tidak diragukan lagi Islam datang rahmatan lil alamin. Catatan ini tentunya bagi wanita yang mau belajar dan terus belajar.
Catatan sejarah Indonesia pra maupun pasca kemerdekaan. Banyak tokoh perempuan terlibat dalam perjuangan universal melawan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan, serta penjajahan kolonial Belanda. Sebut saja Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, RA. Kartini, Ratu Syajaratuddin, Nyai Walidah Dahlan, Nyai Ageng Serang, Nyai Sholihah Wahid Hasyim, dan lain-lain.
Diantara tokoh-tokoh itu hadir sebuah nama yang tidak asing  lagi Nyai Walidah Dahlan, Wanita yang cerdas, tegas dan berwawasan luas, istri yang selalu setia mendampingi suaminya dalam berjuang, serta seorang hamba Allah yang senantiasa bersujud kepada-Nya. Bicara tentang wanita, perjuangan dan pendidikan, tidak sepatutnya kita sebagai generasi muda melupakannya. Ya, dialah Siti Walidah Binti Kiai Penghulu Haji Ibrahim bin Kiai Haji Muhammad Hasan Pengkol bin Kiai Muhammad Ali Ngraden Pengkol atau lebih dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan. Harum Perjuangannya tercatat dalam tinta emas peradaban Bangsa. Masih banyak lagi tokoh-tokoh perempuan yang secara pribadi maupun berjamaah berperan aktif memperjuangkan kehidupan yang lebih baik, beradab, dan berwawasan masa depan, setidaknya telah menampik anggapan yang minor terhadap posisi dan kapasitas perempuan.
Jika dalam sejarah masa lalu begitu penting dan strategis peran tokoh-tokoh perempuan, maka bagaimana dengan sejarah masa kini dan masa depan, Apakah perempuan juga masih memegang peran strategis itu? Ini adalah pertanyaan besar dan pertanyaan inilah yang mengilhami para tokoh kontemporer gerakan perempuan di seluruh dunia, baik di bidang sosial, politik, ekonomi, maupun keagamaan. Kalau dulu kaum perempuan telah banyak berprestasi dan dicatat dengan tinta emas sejarah, Apakah pengalaman heroik dan menakjubkan itu akan terulang atau justeru akan tergulung oleh kabut sejarah yang kelam? Ini salah satu PR gerakan perempuan.


Dalam system Perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (2011:84) menyatakan bahwa Orientasi gerakan IMMawati adalah sebagai penggerak akademisi Islam yang terkait pengejawantahan trilogi IMM, yakni kemahasiswaan, keagamaam dan kemasyarakatan yang membangun peradaban bagi bentuk revitalisasi gerak langkah IMMawati kini dan esok. Dengan demikian sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama untuk mewujudkan cita-cita yang mulia tersebut.  
Dari wacana diatas maka yang menjadi sub pokok bahasan dalam kajian ilmiah ini adalah:
1.      Bagaimana membangun pribadi tangguh untuk menjadi wanita yang cerdas, tegas dan berwawasan luas?
2.      Apakah seharusnya yang menjadi Spirit Perjuangan IMMawati?

B.     NAMA DAN TEMA KEGIATAN: Kajian Ilmiah IMMawati Se-Lampung oleh PC IMM Lampung Selatan
“Historis Inspirator Peradaban “Nyai Dahlan” dan Spirit Perjuangan IMMawati

C.    WAKTU DAN TEMPAT:
Hari/tanggal           : Minggu 5 Agustus 2012
Waktu                   : 16.00 – 18.00 Wib
Tempat                  : Aula Gedung Dakwah Muhammadiyah Lampung Selatan

D. Pokok bahasan        : Historis Inspirator Peradaban “Nyai Dahlan” dan Spirit Perjuangan IMMawati      

E. Narasumber          : Dra. Fatiah Asmalina.
F. Moderator                         : Asma Emilia











      Seorang ibu adalah lembaga pendidikan,
yang jika benar-benar mempersiapkannya, berarti ia telah benar-benar mempersiapkan sebuah generasi tangguh”

AL-QURAN TURUN PADA MALAM LAILATUL QADR BUKAN MALAM ‘NUZULUL QURAN’ 17 RAMADHAN

Nuzulul Quran adalah Lailatul Qadar

Ketika memasuki malam yang ke 17 di bulan Ramadhan sebagian kaum muslimin dan masjid-masjid mulai diadakan peringatan turunnya al-Quran pertama kali yang disebut malam peringatan Nuzulul Quran. Hal ini juga ‘terkesan’ dikuatkan dengan catatan kaki dalam “al-Quran dan Terjemahnya” surat adh-Dhukhan ayat 3.

إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.

[1369] malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.

Keyakinan ini bertentangan dengan firman Allah subhanahu wa ta’alaa dalam surat al-Qadr ayat pertama:
إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1593].”
[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.

Ayat diatas dengan jelas bahwa al-Quran diturunkan pada malam kemulian (Lailatul Qadar) dan juga Terlihat jelas bahwa catatan kaki untuk ayat di atas dalam “al-Quran dan Terjemahnya” juga menjelaskan bahwa malam permulaan turunnya al-Quran adalah pada malam tersebut. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kapan terjadinya malam Lailatul Qadar, malam dimana al-Quran itu turun ? apakah benar pada 17 Ramadhan seperti yang selama ini oleh sebagian kaum muslimin Indonesia mempertingatinya ?
Nabi shallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kepada kita tentang kapan akan datangnya malam Lailatul Qadar. Beliau pernah bersabda:

“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” (Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)

Beliau shallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
“Berusahalah untuk mencarinya pada sepuluh hari terakhir, apabila kalian lemah atau kurang fit, maka jangan sampai engkau lengah pada tujuh hari terakhir” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Dengan demikian telah jelas bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan yaitu pada malam-malam ganjilnya 21, 23, 25, 27 atau 29. Maka gugurlah keyakinan sebagian kaum muslimin yang menyatakan bahwa turunya al-Quran pertama kali pada tanggal 17 Ramadhan.

Jika ada yang berargumen, “Tanggal 17 Ramadhan yang dimaksud adalah turunnya al-Quran ayat pertama ke dunia kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yaitu surat al-‘Alaq  ayat 1-5, sedangkan Lailatul qadar pada surat al-Qadar adalah turunnya al-Quran seluruhnya dari lauhul mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia !!?”.
Maka jawabnya: Benar, bahwa turunnya al-Quran yaitu pada Lailatul qadar seperti yang tertuang dalam surat al-Qadar adalah turunnya al-Quran dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia, dan setelah itu al-Quran diturunkan secara bertahap selama 23 tahun. Seperti perkataan Ibnu Abbas radliyallahu’anhu dan yang lainnya ketika menafsirkan QS. Ad-Dukhon ayat 3:
“Allah menurunkan al-Quran sekaligus daru Lauh Mahfudz ke baitul izzah (rumah kemuliaan) di langit dunia kemudian Allah menurunkannya secara berangsur-angsur sesuai dengan berbagai peristiwa selama 23 tahun kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/441)
Tetapi apakah ini menjadikan bahwa benar nya pendapat bahwa turunnya ayat pertama (QS. Al-‘Alaq: 1-5) kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah 17 Ramadhan ?? mari kita simak pembahasan dibawah ini.

Pendapat bagus syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarokfury di Kitab Sirohnya tentang kapan awal permulaan wahyu
Dalam kitab siroh beliau, beliau menjelaskan bahwa memang ada perbedaan pendapat diantara pakar sejarah tentang kapan awal mula turunnya wahyu, yaitu turunnya surat Al-Alaq: 1-5. Beliau menguatkan pendapat yang menyatakan pada tanggal 21. Beliau mengatakan:
“Kami menguatkan pendapat yang menyatakan pada tanggal 21, sekalipun kami tidak melihat orang yang menguatkan pendapat ini. Sebab semua pakar biografi atau setidak-tidaknya mayoritas di antara mereka sepakat bahwa beliau diangkat menjadi Rasul pada ahari senin, hal ini diperkuat oleh riwayat para imam hadits, dari Abu Qotadah radliyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari senin. Maka beliau menjawab,
“Pada hari inilah aku dilahirkan dan pada hari ini pula turun wahyu (yang pertama) kepadaku.”
Dalam lafdz lain disebutkan, “Itulah hari aku dilahirkan dan pada hari itu pula aku diutus sebagai rasul atau turun wahyu kepadaku”
Lihat shahih Muslim 1/368; Ahmad 5/299, Al-Baihaqi 4/286-300, Al-Hakim 2/602.
Hari senin dari bulan Ramadhan pada tahun itu adalah jatuh pada tanggal 7, 14, 21, dan 28. Beberapa riwayat yang shahih telah menunjukkan bahwa Lailatul Qodar tidak jatuh kecuali pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Jadi jika kami membandingkan antara firman Allah, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada Lailatul Qodar”, dengan riwayat Abu Qotadah, bahwa diutusnya beliau sebagai rasul jatuh pada hari senin, serta berdasarkan penelitian ilmiah tentang jatuhnya hari senin dari bulan Ramadhan pada tahun itu, maka jelaslah bagi kami bahwa diutusnya beliau sebagai rasul jatuh pada malam tanggal 21 dari Bulan Ramadhan. (Lihat Kitab Siroh Nabawiyyah oleh Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarokfury Bab Di Bawah Naungan Nubuwah, hal. 58 pustaka al-Kautsar)
Maka jelaslah bahwa pendapat kapan al-Quran turun, baik al-Quran turun dari Baitul Izzah ke langit dunia atau dari langit dunia ke Rasulullah keduanya  saling melengkapi, dan bukan terjadi di 17 Ramadhan. Wallahu’alam.
Yang bisa dipetik dari pembahasan di atas
  1. Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadar bukan pada malam yang dikenal dengan malam ‘Nuzulul Quran’ yang bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan.
  2. Lebih khusus lagi bahwa turunnya wahyu kepada Rasulullah shalallallahu’alaihi wa sallam yang pertama adalah 21 Ramadhan, seperti pendapat syaikh Shafiyyurahman.
  3. Peringatan Nuzulul Quran 17 Ramadhan dengan dzikir tertentu dan bentuk pengajian khusus adalah bentuk peringatan yang tidak pernah ada landasannya dari al-Quran dan Hadist Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, sehingga termasuk dalam perkara bid’ah.
  4. Lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir yang ganjil dibulan Ramadhan.
  5. Peringatan lailatul qadar pada malam 27 Ramadhan (atau malam ganjil lainnya) dengan suatu pengajian khusus juga merupakan bid’ah karena Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam tidak pernah memperingatinya melainkan beliau shallahu’alahi wa sallam menghidupkan malam tersebut dengan qiyamul lail dan memperbanyak doa.
  6. Himbauan kepada para penanggung jawab “al-Quran dan Terjemahnya” agar meluruskan catatan kaki atau takwil-takwil dari ayat suci al-Quran yang hanya merupakan anggapan-anggapan yang tidak berdalil atau bahkan tafsiran/takwil yang bathil.
Referensi
  • Ustadz Aunur Rofiq. Nuzulul Quran pada bulan Romadhon. Majalah al-Furqon Edisi 84, th ke-8 1429/ 2008
  • Abu Musa al-Atsari. Lailatul Qadar Malam Kemulian. Majalah adz-Dzakiroh Edisi 43, Edisi Khusus Ramadhan-Syawal, Vol 8, No.1 1429 H
  • Al-Quran dan Terjemahnya
  • Siroh Nabawiyah, oleh Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarokfury

dikutip dari : http://maramissetiawan.wordpress.com