Kamis, 21 Oktober 2010

cendikiawan

keinginan seseorang untuk menjadi seorang cendekiawan adalah merupakan keputusan yang sulit. Bukan keterpelajaran dan kecerdasan saja layaknya seorang sarjana atau profesor yang dibutuhkan. Sebut sajalah gologan yang cerdik dan pandai yang menerbangkan pada permadani menara gading tempat huniannya, tetapi cendekiawan tentunya meminta lebih dari itu. Seperti halnya nabi Muhammad Saw, betapa cendekiawanya telah membawa konflik lahir dan batin dalam dirinya manakala ia dihadapkan dengan pertanyaan dan persoalan kaumnya. Seyogyanya seorang cendekiawan kerap merasakan konflik dan gelisah, gusar, serta resah tatkala ada permasalahan apa yang ia rasakan dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Cendekiawan merupakan salah satu unsur yang dapat melakukan transformasi sosial, bila mana sadar diri dan sadar sosial ditengah-tengah masa yang telah tidur bahkan sedang amnestia. Mereka memiliki kepedulian untuk membangkitkan kesadaran masyarakatnya dan menjadi motor penggerak bagi perubahan sosial menuju ke arah yang lebih baik. Seorang cendekiawan memiliki sikap yang memihak pada suatu nilai tertentu yang sangat fundamental dalam melakukan transformasi social guna menciptakan masyarakat yang dicita-citakan. Sikap memihak yang dilakukan oleh cendekiawan adalah pemihakan pada kemanusiaan, dalam rangka orang yang termarginalkan dan kemiskinan dihilangkan. Sikap tersebut, melambangkan cendekiawan dalam dataran keilmuannya yang mumpuni sehingga dapat melakun perubahsan social yang lebih adil. Cendekiawan yang merasakan kenikmatan dengan ilmunya sehingga lebih memilih di menara gading untuk menginterpretasikan dunia, bukanlah cendekiawan yang sejati, tetapi seorang cendekiawan sejati yang diinginkan dapat interpretasikan dunia setelah itu merubah dunia dalam nuansa yang lebih baik.








Indikator intelektual terbagi menjadi dua macam pada individu kader dan ikatan atau kolektif kader yang berada dalam ikataan
1. Individu Kader
Kategori individu menunjukan masing-masing individu dalam ikatan memiliki kemampuan cendekiawan sebagai salah satu manifestasi dari kesedaran profetik untuk transformasi profetik. Karakter cendekiawan profetik meliputi beberapa klasifikasi.
a. Sadar dengan dirinya sendiri
Seorang cendekiawan menyadari potensi yang ada dalam diri sebagai anugrah dari Tuhan dan berupaya melaksakan anugrah tersebut untuk kepentingan kemanusiaan. Potensi yang berasal dari dalam diri dapat dilihat dari eksistensi manusia yang dari
Gerakan Itelektual Profetik oleh M. Abdul Halim Sani Page 71 of 137
berbagai macam dimensi. Potensi yang berasal dalam diri tersebut dikembangankan menjadi sebuah eksistensi yang berada dalam diri manusia, menjadi mahluk yang sadar dengan diri sebagai seorang khalifah, hamba Tuhan dan melakukan tugas kemanusiaan karena rasa cinta yang Ikhlas untuk Tuhan sebagai hamba-Nya dalam rangka menebarkan sifat-sifat Tuhan di muka bumi/beribadah.
Karakter cendekiawan profetik adalah menirukan teladan nabi Muhammad Saw sebagai uswah dalam segala tindakan baik secara individu maupun dalam hal transformasi sosial. Pengaplikasi ini menjadikan seorang cendekiawan profetik memberikan uswah bagi teman dan lingkungan sekitar dalam segala hal. Pengetahuan yang dicapai oleh cendekiwan profetis tertuang dalam sebuah akhlak yang tercermin dari pengamalan al Qur’an dan Sunnah Rasul. Pengamalan al Qur’an dan Sunnah ini, yang tertuang dalam akhlak merupakan prasayarat mutlak agar terciptanya akhlak mulia. Akhlak yang mulia, merupakan cita yang dimiliki oleh setiap insane berkesadaran hidup di bumi. Hal ini juga dapat kita lihat dari turunnya Muhammad Saw di bumi adalah sebagai pembenah akhlak.
Akhlak ini merupakan cirri khas dari seorang cendekiawan profetis dapat terlihat secara real masyarakat serta yang merasakan individu atapun sosial. Akhlak yang tertera pada kader ini teraplikasikan dalam sebuah tingkah laku bersifat religius dalam keberagamaan juga bersifat transformasi dalam tindakannya. Sifat cendekiwan protetis, juga dekat dengan perkataan KH. Ahmad Dahlan yang menasehatkan diri sendiri supaya “tidak menuhankan nafsu”. Penuhanan nafsu ini, menjadikan manusia melakukan pembenaran (justification) terhadap perbuatan yang dilarang dalam esensi ajaran agama dengan menuruti hawa nafsu sebagai segalanya. Manusia yang bersifat profetis mampu mengendalikannya agar tercapai insane mulia.
Seorang cendekiawan dengan sadar diri melakukan pilihan apa yang dilakukan untuk tugas kemanusiaan dalam rangka menggantikan Tuhan di muka bumi. Pekerjaan yang dilkukan oleh cendekiawan adalah yang berkaitan untuk kepentingan kemanusiaan dan memberikan kebermanfaatan bagi alam, sesama dalam rangka ibadah kepada Tuhan. Senada yang telah diutarakan oleh Kuntowijoyo bahwa cendekiawan independen, berani tidak berpangkat dan berharta dalam rangka melakukan transformasi profetik. Cendekiawan dilahirkan dari sikap, kesadaran diri dan mengerti diri potensi yang dimiliki baik secara anugrah dan disiplin keilmuan yang dimilikinya. Cendekiawan yang dimaksudkan merupakan manusia yang berupaya tidak bergulat dalam dataran keilmuannya atau hanya tinggal dipermadani kaumnya tanpa melihat realitas sosial dan melakukan transformasi agar tercipta keadilan.
b. Sadar terhadap realitas sosial
Kesadaran dalam realitas seorang kader ikatan menyadari bahwa realitas bersifat terbuka (open), dan bisa diubah bukan tertutup (given). Dunia atau realitas merupakan lahir dari kesadaran manusia, kreasi manusia dan dapat diubah oleh manusia. Kesadaran manusia disini dapat merubah, rekayasa terhadap realitas dalam rangka untuk kemanusiaan dan kebermanfaatan bagi alam semesta. Realitas merupakan bentukan manusia seperti dalam bukunya Peter L. Berger, Tafsir Sosial Atas Kenyataan; Risalah tentang Sosiologi Pegetahuan, realitas merupakan dialektika internalisasi, eksternalisasi dan objektivasi yang terus menerus tak berkesudahan. Realitas yang merupakan bentukan manusia melalui internalisasi dan manusia bentukan realitas melalui internalisasi dan cara merubah realitas tersebut dengan cara mengekternalisasi realitas. Perubahan atau rekayasa terhadap realitas sepenuhnya dilakukan oleh manusia lewat potensi yang dimilikinya.
c. Peka terhadap realitas sosial
Gerakan Itelektual Profetik oleh M. Abdul Halim Sani Page 72 of 137
Katerikatan memiliki kepekaan terhadap realitas sosial dan dapat membaca serta menguraikan struktur serta kelompok yang berkepentingan dalam realitas. Individu kader memiliki kemampuan untuk memilihat kontradiksi dalam segala hal baik agama, sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan dapat mengkaitakan relasi masing-masing kelompok sosial. Karakter peka yang dimiliki kader dapat mengurai adanya berbagai kontradiksi, relasi pelaku dan tarik menarik kepentingan dari suatu fenomena. Seorang kader dapat membaca dan menganalisa hal yang terjadi dalam lingkunganya dan sekitar tempat kader berkembang dalam memahami realitas sosial.
d. Peduli terhadap realitas sosial
Karakter peduli yang berada dalam ikatan merupakan tindak lanjut dari sadar diri, sadar dengan realitas dan peka maka seorang kader memiliki kepedulian, memiliki rasa tanggungjawab sebagai bagain dari realitas. Kepedulian merupakan hasrat, ketetapan hati, dan komitmen serta konsisten bahwa realitas harus diubah dan wajib diubah demi kondisi yang lebih baik. Sikap peduli merupakan ruh, bahwa ia harus berbuat dalam aksi merubah realitas sosial. Peduli disini, baru sikap empati dan merasa bertanggungjawab terhadap realitas sosial yang terjadi kenapa begini, mengapa begitu, serta apa yang dapat dilakukan dalam menghadapi dan merubah realitas tersebut sehingga menuju yang lebih baik untuk kemanusiaan dan alam.
e. Aksi nyata sebagai respon terhadap realitas sosial
Aksi merupakan suatu tindakan nyata dalam melakukan transfomasi dalam rangkai kesadaran intelektual yang memiliki tradisi profetik seperti yang diakukan olen para nabi untuk membebaskan umatnya. Karakter aksi merupakan simpul yang penting dan tidak boleh lepas, karena itu yang ditunggu dalam melakukan transformasi. Aksi merupakan keterlibatan sepenuhnya dan sebenarnya dalam proses transformasi pada kondisi yang lebih baik. Pada karakter aksi tersebut kader memiliki keberpihakan yang jelas siap yang akan dibela oleh ikatan dalam ralasi kelompok yang berkepentingan. Pemilihan pemihakan merupakan pilihan yang sulit harus dilakukan oleh ikatan dan melakukan kajian siapa pihak yang dirugikan tertindas dalam suatu relasi dari realitas sosial. Keberpihakan merupakan pintu gerbang yang utama dari pintu masuk untuk melakukan aksi nyata dalam melakukan transformasi sosial.
f. Evaluasi
Sebagaimana perkataan bijak dari seorang filosof Socrates "hidup yang tak direfleksikan tak pantas untuk dijalani". Begitupula dengan kader ikatan melakukan evaluasi pada diri apa yang talah dilakukan bagaimanakah respon setelah aksi tersebut dilakukan. Evaluasi yang dilakukan oleh cendekiwan profetis ini terbagi menjadi dua macam yakni evaluasi diri secara personal dan diri sebagai bagian dari realitas sosial. Evaluasi terhadap diri secara personal merupakan kegiatan yang dilakukan memberikan manfaat atau malah sebaliknya. Pengungkapan evaluasi secara personal merupakan suatu dialog antara hati dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan esensi ajaran agama. Sedangkan evaluasi diri sebagai bagian dari realitas social ini, merupakan sumbangsih kehadiran manusia berguna bagi sesama dan alam. Evaluasi ini dilakukan denan cara terbuka dan menerima kritikan dengan rasa senang.
Cara evaluasi yang dilakukan oleh kader dengan melihat tingkat perubahan pada subjek dalam transformasi dengan cara melakukan, proses melakukan dan hasil dari tindakan tersebut. Evaluasi yang dilakukan oleh kader sesuai dengan apa transformasi yang dilakukan dalam menuju kearah yang lebih baik. Evaluasi yang dilakukan dengan cara pada individu kader dan subjek dalam transformasi atau evaluasi bersama dan penuh sifat keterbukaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar